JENIS-JENIS PERJANJIAN
Menurut Mariam Darus Badrulzaman (Badrulzaman, Mariam Darus, Syahdeini, Sutan Remy, Soepraptomo, Heru,Djamil, Faturrahman, Soenandar, Taryana. Kompilasi HukumPerikatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.2001:66), sebagaimana dikutip oleh Maris Feriyadi dalam tesisnya bahwa berdasarkan kriterianya terdapat beberapa jenis perjanjian, antara lain:
1 Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.
2 Perjanjian Cuma – Cuma
Menurut ketentuan Pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan yang dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada, pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
3 Perjanjian Atas Beban
Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
4 Perjanjian Bernama ( Benoemd )
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.
5 Perjanjian Tidak Bernama ( Onbenoemde Overeenkomst )
Perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak- pihak yang mengadakannya.
6 Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.
7 Perjanjian Kebendaan ( Zakelijk )
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).
8 Perjanjian Konsensual
Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).
9 Perjanjian Real
Yaitu suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.
10 Perjanjian Liberatoir
Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada(Pasal 1438 KUHPerdata).
11 Perjanjian Pembuktian ( Bewijsovereenkomts )
Suatu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yangberlaku di antara mereka.
12 Perjanjian Untung – untungan
Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian untunguntungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadianyang belum tentu.
13 Perjanjian Publik
Perjanjian publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan (subordinated), jadi tidak dalam kedudukan yang sama(co-ordinated).
14 Perjanjian Campuran
Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai unsurperjanjian di dalamnya.
ASAS-ASAS PERJANJIAN
Asas-asas perjanjian terdapat dalam hukum perjanjian (overeenscomstrecht) diantaranya:
1 Asas Konsensuil
Konsensuil secara sederhana diartikan sebagai kesepakatan. Dengan tercapainya kesepakatan antara para pihak lahirlah kontrak, meskipun kontrak pada saat itu belum dilaksanakan. Hal ini berarti juga bahwa dengan tercapinya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka yang membuatnya (atau dengan kata lain perjanjian itu bersifat obligatoir). Asas konsensuil dapat dilihat pada Pasal 1320 ayat 1 BW bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak.
2 Asas Pacta Sunt Servanda (Perjanjian Itu Mengikat Para Pihak)
Asas pacta sunt servanda biasa juga disebut asas kepastian hukum (certainty). Asas ini bertujuan agar hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas ini dapat disimpulkan diambil dari Pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”
3 Asas Kebebasan Berkontrak
Sebagian sarjana hukum tetap berpatokan pada Pasal 1338 ayat 1 BW perihal asas kebebasan berkontrak. Kebebasan yang dimaksud di sini terbagi dalam beberapa hal yakni:
1. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak (yes or no).
2. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian (who).
3. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian (substance).
4. Bebas menentukan bentuk perjanjian (form)
5. Kebebasan-kebebasan lainnya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (other freedom).
4 Asas Iktikad Baik (geode trouw)
Asas iktikad baik diakomodasi melalui Pasal 1338 ayat 3 BW yang menegaskan “perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.
Kesepakatan atau consensus sebagai syarat utama lahirnya kontrak, masih ada hal lain yang harus diperhatikan yaitu syarat sahnya kontrak sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1320 BW yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Sutu hal tertentu;
4. dan sebab yang halal
1 Asas Konsensuil
Konsensuil secara sederhana diartikan sebagai kesepakatan. Dengan tercapainya kesepakatan antara para pihak lahirlah kontrak, meskipun kontrak pada saat itu belum dilaksanakan. Hal ini berarti juga bahwa dengan tercapinya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka yang membuatnya (atau dengan kata lain perjanjian itu bersifat obligatoir). Asas konsensuil dapat dilihat pada Pasal 1320 ayat 1 BW bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak.
2 Asas Pacta Sunt Servanda (Perjanjian Itu Mengikat Para Pihak)
Asas pacta sunt servanda biasa juga disebut asas kepastian hukum (certainty). Asas ini bertujuan agar hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas ini dapat disimpulkan diambil dari Pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”
3 Asas Kebebasan Berkontrak
Sebagian sarjana hukum tetap berpatokan pada Pasal 1338 ayat 1 BW perihal asas kebebasan berkontrak. Kebebasan yang dimaksud di sini terbagi dalam beberapa hal yakni:
1. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak (yes or no).
2. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian (who).
3. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian (substance).
4. Bebas menentukan bentuk perjanjian (form)
5. Kebebasan-kebebasan lainnya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (other freedom).
4 Asas Iktikad Baik (geode trouw)
Asas iktikad baik diakomodasi melalui Pasal 1338 ayat 3 BW yang menegaskan “perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.
Kesepakatan atau consensus sebagai syarat utama lahirnya kontrak, masih ada hal lain yang harus diperhatikan yaitu syarat sahnya kontrak sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1320 BW yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Sutu hal tertentu;
4. dan sebab yang halal
SYARAT-SYRAT PERJANJIAN
Bahwa, untuk syarat sah suatu perjanjian telah diatur sebagaimana ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan sebagai berikut :
“Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Cakap untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal”
Bahwa, Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif. Adapun cacat syarat subjektif yang pertama sebagaimana diatur dalam Pasal 1321 KUH Perdata,
“tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.
Bahwa, Kekhilafan yang mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, , sebagaimana dalam Pasal 1322 KUH Perdata:
“Kehilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan selain apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat brang yang menjadi pokok persetujuan. Kehilafan tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu persetujuan, kecuali jika persetujuan itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut”.
Paksaan yang mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, sebagaimana dalam Pasal 1323 KUH Perdata:
“Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu persetujuan, merupakan alasan untuk batalanya persetujuan, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa persetujuan tersebut tidak telah dibuat”.
Penipuan yang mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, sebagaimana dalam Pasal 1328 KUH Perdata:
“Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan persetujuan, apabila tipu-muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu-muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.”.
TEORI-TEORI LAHIRNYA KATA SEPAKAT
Bahwa, Menurut Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman SH dalam buku “Kompilasi Hukum Perikatan” halaman 74 menyatakan sebagai berikut :
“Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara para pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptie)”
Bahwa, adapun teori-teori suatu keadaan yang menyatakan “saat terjadi”nya kata sepakat dalam perjanjian adalah sebagai berikut
a. Teori Kehendak (wilstheorie)
Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat
b. Teori Pengiriman (verzendtheorie)
Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran
c. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie)
Teori ini mengajarkan bahwa pihak yang menerima tawaran seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima
d. TeoriKepercayaan (vertrouwenstheorie)
Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan